Categories: News

Jogja Cross Culture Menyulap Titik Kilometer 0 Menjadi Ajang Festival Jamu

Kehebohan meliputi Titik Kilometer O Yogyakarta Sabtu sore (03/08) sejak pukul 15:00 WIB dengan ditandai oleh mulai dibukanya stan-stan Festival Jamu dan Kuliner (Jamfest) dan diakhiri pertunjukkan Wayang Kota, sebagai rangkaian pelaksanaan acara Jogja Cross Culture hari pertama.

JAMFEST atau Festival Jamu yang digelar di utara Monumen Serangan Oemum 1 Maret 1949, diikuti oleh 14 stan yang berasal dari warga kecamatan-kecamatan Kota Yogyakarta. Jamu-jamu yang disediakan oleh stan-stan ini dibagikan secara cuma-cuma kepada masyarakat yang sedang berada di kawasan Kilometer 0 Yogyakarta tersebut.

Festival Jamu dan Kuliner (Jamfest) di Jogja Cross Culture

Jamu sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno singkatan dari Djampi Oesodo. Bukti Jamu sudah ada sejak zaman dahulu bisa kita lihat di relief Candi Borobudur dan Prasasti Madhawapura. Dimana peracik jamu, era itu disebut dengan Acaraki.

Pihak JAMFEST menggandeng pelaku budaya kuliner di masyarakat yang telah bergelut sebagai pelaku usaha dan juga penghayat makanan dan minuman tradisional. Mereka mewakili wilayah masing-masing yang berasal dari 14 kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta.

Meski bernama Festival, akan tetapi sesama pelaku tidak dikompetisikan untuk menjual, tetapi saling menyanding untuk memberikan informasi kepada pengunjung tentang jamu dan kuliner.

Wakil Walikota Yogyakarta, Drs. Heroe Poerwadi, MA yang berkesempatan hadir di hari pertama pelaksanaan Jogja Cross Culture ini pun menyempatkan diri mengunjungi stan-stan JAMFEST yang ada sambil mencicipi jamu-jamu yang disuguhkan.

Usai mengunjungi seluruh stan Festival Jamu, orang nomer dua kota Yogyakarta ini segera menuju panggung utama yang berada di Monumen Serangan Oemum 1 Maret untuk secara simbolis membuka acara pertunjukkan Wayang Kota, yang juga merupakan rangkaian dari Jogja Cross Culture.

Festival Jamu dan Kuliner (Jamfest) di Jogja Cross Culture

“Apa yang kita tampilkan di Jogja Cross Culture dari tadi sore hingga besok malam adalah kultur-kultur yang ada di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Baik kultur dari Nusantara maupun dari negara lain.” kata Wakil Walikota Yogyakarta, Drs. Heroe Poerwadi, MA., dalam sambutannya.

“Jogja Cross Culture menandai bagaimana Yogyakarta baik sebagai orang maupun sebagai seni budayanya ketika bersama-sama dengan kultur lain akan saling menghidupkan dan memberikan kekuatan. Sehingga lahirlah seni budaya-seni budaya baru hasil perkawinan seni budaya – seni budaya tersebut.” lanjut beliau lagi.

Kemudian secara simbolis Wakil Walikota Yogyakarta, Drs. Heroe Poerwadi, MA., menyerahkan 8 kayon dan satu karakter wayang Gatotkaca kepada lima orang dalang dan tiga orang panjak yang akan mempersembahkan pertunjukkan Wayang Kota ini, sebagai tanda secara resmi dimulainya kegiatan Jogja Cross Culture 2019.

Wayang Kota dengan lakon Kancingjaya ini adalah perpaduan budaya tradisi dengan kekinian dipersembahkan melalui sajian wayang. Menghadirkan kolaborasi Wayang Ukur yang dimiliki oleh Maestro Wayang asal Kota Yogyakarta, Sigit Sukasman, dengan lima dalang yang lahir dari generasi milenial.

Pagelaran ini mencatatkan sebuah proses fase demi fase penyatuan para dalang. Diawali dengan kegiatan workshop Wayang Ukur, para dalang usia muda yang awalnya hanya mendengar tentang keunikan Wayang Ukur, kini memiliki kesempatan untuk menyentuh bahkan memainkannya dalam sebuah pementasan.

Sebelum pagelaran wayang dimulai, masyarakat yang memadati kawasan Kilometer 0 Yogyakarta terlebih dahulu dihibur oleh pertunjukkan tari berjudul Kayon yang dibawakan oleh Anter Asmorotedjo dan Olivia Tamara.

Pada penyelenggaraan hari kedua Jogja Cross Culture (04/08), kegiatan dimulai sejak pagi pukul 08:00 WIB dengan historical trail Njeron Journey yang mengajak para peserta menjelajah dan mengenal keunikan dan keragaman budaya yang ada di dalam beteng.

Kemudian pada pukul 10:00 WIB dilanjutkan kegiatan Sketsa Bersama Maestro di kawasan Kilometer 0 Yogyakarta. Sesuai namanya, kegiatan sketsa bersama ini nanti akan ditemani oleh para maestro seperti Joko Pekik dan Kartika Affandi.

Festival Jamu dan Kuliner (Jamfest) di Jogja Cross Culture

Pukul 12:00 WIB giliran Keroncong Paramuda menghibur masyarakat di kawasan tersebut. Anak-anak pun mendapat kesempatan menikmati dan bersenang-senang di Jogja Cross Culture dengan Dolananè Bocah nJobo Latar pada pukul 15:00 WIB. Satu jam kemudian, seluruh masyarakat diajak menari bersama ratusan penari di kegiatan nJogéd nJalar Jog Jag Nong.

Selepas Isya’, kurang lebih pukul 19:00 WIB, acara dilanjutkan dengan Historical Orchestra Selaras Juang. Setelah kegiatan ini, pada 20:30 WIB dilaksanakan peluncuran Gandhes Luwes, Road to Jogja Cross Culture 2020, dan tak ketinggalan peluncuran Jenang Golong Gilig, yang diharapkan akan menjadi makanan khas Kota Yogyakarta. Menutup seluruh rangkaian Jogja Cross Culture 2019 ini, pada 21:00 WIB digelar Cross Culture Performance réUnèn dengan salah satu bintang tamu di dalamnya adalah Nugie.

Recent Posts

Tunda Karena Virus Corona, Ubud Food Festival 2020 Umumkan Jadwal Baru

kulineryogya.id - Ubud Food Festival 2020 Presented by ABC (UFF) gelar temu media di Yogyakarta.…

5 years ago

Loko Coffee Malioboro, Kedai Kopi Berkonsep Romantisme Stasiun Kereta

kulineryogya.id - Jika Anda sedang berada di sekitar Malioboro dan ingin menikmati hari dengan cara…

5 years ago

Ketagihan Lezatnya Mie Sapi Banteng Sleman

kulineryogya.id - Buat sebagian besar warga +62, makan mie sama pentingnya dengan makan nasi. Mie…

5 years ago

Jenang Golong Gilig, Jenangnya Kota Yogyakarta

Kota Yogyakarta punya jenang baru, namanya Jenang Golong Gilig. Jenang dengan ciri khas lima warna…

6 years ago

Yuk, Semarakkan Festival Jamu dan Kuliner Di Jogja Cross Culture 2019

Perhelatan Jogja Cross Culture yang akan diselenggarakan di Titik 0 Kilometer Jogja selama 2 (dua)…

6 years ago

Kipo dari Kotagede

Setiap daerah memiliki jajanan pasar yang sangat khas dan memiliki sejarah tersendiri, tak terkecuali Daerah…

6 years ago