Kota Yogyakarta punya jenang baru, namanya Jenang Golong Gilig. Jenang dengan ciri khas lima warna ini disajikan gratis di kawasan Titik Kilometer 0 Minggu sore (4/8). Acara pembagian dan launching Jenang Golong Gilig merupakan satu dari sederet rangkaian acara Jogja Cross Culture 2019.
“Jenang Golong Gilig adalah hasil kreasi untuk menambah kekayaan kuliner sekaligus menjadi ikon kuliner baru Kota Yogyakarta”, ujar Wakil Walikota Yogyakarta, Drs. Heroe Poerwadi, MA di panggung Jogja Cross Culture.
Hari kedua Jogja Cross Culture diawali sejak pukul 08:00 WIB dengan Historical Trail Njeron Journey hingga ditutup dengan persembahan musik réUnèn sekitar pukul 24:00 WIB. Semua kegiatan dilaksanakan di seputaran kawasan Kilometer 0 Yogyakarta, sepanjang jalan Malioboro, dan di kawasan Jeron Benteng.
Historical Trail Njeron Journey adalah kegiatan yang mengajak peserta menyusuri tempat-tempat bersejarah di kawasan Jeron Benteng. Para peserta terdiri dari sekitar 45 kelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari sekitar 5 orang menggunakan kostum perjuangan yang sejalan dengan tema Jogja Cross Culture bersiap di kawasan 0 Kilometer sejak pukul 07:00 WIB hingga pukul 14.00 WIB.
Ketika hari agak sore, giliran anak-anak turut bergembira di gelaran Jogja Cross Culture dengan digelarnya Dolananè Bocah nJobo Latar. Berbagai permainan anak-anak ditampilkan di seputaran kawasan 0 Kilometer, mulai dari lomba lari karung, egrang, hingga ular tangga ukuran super besar, lengkap dengan dadu raksasanya. Pada kesempatan ini, Wakil Walikota Yogyakarta, Drs. Heroe Poerwadi, MA, tampak hadir menyemangati anak-anak yang menikmati permainan.
Njoged njalar Jog Jag Nong menjadi kegiatan yang paling menyita perhatian publik di kawasan Titik Kilometer 0. Diawali dengan meluncurnya sebuah mobil pemadam kebakaran yang di atasnya ada seorang anggota dari Drummer Guyub Yogyakarta (DGYK) yang memberikan aba-aba, tak berapa lama kemudian para peserta njogéd njalar yang tadi telah bersiap di beberapa titik, yang kurang lebih berjumlah 350 orang dari 14 kecamatan di Yogyakarta, serentak turun ke jalan dan menari dengan kuda lumping yang ternyata juga telah mereka persiapkan.
Ratusan orang yang menari secara tiba-tiba serta gerakan tari yang mudah diikuti menjadikan njogéd njalar benar-benar njalar pada masyarakat dan wisatawan yang sedang berada di lokasi. Termasuk juga para wisatawan dalam negeri, dan juga wisatawan manca negara. Pemandangan ratusan penari dari berbagai lapisan dengan beragam latar belakang yang bersama-sama menari ini, selain membuat suasana semakin meriah juga seolah menjadi perwujudan nyata dari semangat yang diusung oleh Jogja Cross Culture.
Malam harinya Historical Orchestra Selaras Juang mengisi panggung Jogja Cross Culture di Kilometer 0 Yogyakarta dengan mengalunkan lagu-lagu perjuangan, seperti Hari Merdeka, Mengheningkan Cipta, Satu Nusa Satu Bangsa, dan Bangun Pemudi Pemuda. Penampilan paduan suara pimpinan Albertus Wishnu, dengan conductor Djoko Lemazh Suprayitno dan Julius Catra Henakin ini mampu menarik para pengunjung makin mendekat ke panggung.
Acara peluncuran Gandhes Luwes, Road to Jogja Cross Culture 2020, serta Jenang Golong Gilig dilaksanakan secara simbolis dengan melakukan pencabutan kayon oleh Wakil Walikota Yogyakarta, Drs. Heroe Poerwadi, MA, sekitar pukul 20:30 WIB.
“Program Gandhes Luwes adalah program Pemerintah Kota Yogyakarta dalam rangka untuk membuat Kota Yogyakarta lebih nampak ke-Yogyakarta-annya.” jelas Wakil Walikota Yogyakarta, Drs. Heroe Poerwadi.
Sebagai sebuah kegiatan yang baru pertama kali ini dilaksanakan, Wakil Walikota yang juga merangkap sebagai Ketua Panita mengakui masih banyak kekurangan di sana sini, harapan beliau terhadap acara ini, “Mungkin pada pelaksanaan kali ini masih tampak dan terasa kekurangannya. Namun kami bertekad di tahun-tahun mendatang depan akan membuat Jogja Cross Culture lebih baik lagi.”
Acara kemudian dilanjutkan dengan Cross Culture Performance réUnèn sekitar pukul 21:00 WIB. Ini sekaligus menjadi penutup seluruh rangkaian Jogja Cross Culture 2019.